Pembaca yang budiman Rahimakumullah.
Ketahuilah, apabila seseorang yang diberikan kebaikan, maka hendaklah ia berterima kasih kepadanya, berdasarkan dalil:
مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ
Barangsiapa yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, maka tidak bersyukur kepada Allah
(Hadits Riwayat. at Tirmidziy; dan ia menilainya hasan shahiih; dishahiihkan oleh syaikh al-albaaniy)
Dijelaskan Ibnu al-Atsîr rahimahullâh
“Maknanya adalah:
- Allâh Ta’ala tidak menerima syukur seorang hamba kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan, tatkala dia tidak pandai berterima kasih atas kebaikan manusia kepadanya. Yang demikian karena (kuatnya) hubungan kedua hal tersebut satu dengan yang lain.
- Makna lain dari hadits di atas adalah barangsiapa memiliki kebiasaan tabiat mengingkari budi baik manusia dan tidak bersyukur (berterima kasih) atas kebaikan mereka, maka niscaya dia memiliki tabiat kebiasaan mengkufuri nikmat Allâh Ta’ala dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.
- Ada pula makna lain yang terkandung dalam hadits di atas, bahwa barang siapa tidak mensyukuri (kebaikan) manusia, maka dia layaknya orang yang tidak mensyukuri Allâh Ta’ala. Semua makna ini terpetik melalui penyebutan nama Allâh Ta’ala Yang mulia (dalam hadits di atas. pen)”.
[An-Nihâyah fi Gharîbil Hadîts hlm . 488; dikutip dari assunnah]
Terima kasih. Ucapan yang sederhana namun sarat makna. Singkat, namun kadang lupa kita sampaikan. Terlepas dari tulus atau tidaknya, ucapan tersebut mengingatkan kita akan jasa atau kebaikan orang lain dan membuat orang lain merasa dihargai.
Segala puji memang hanya milik Allah Ta'ala. Kepada-Nya lah kita mensyukuri segala nikmat dan anugerah yang kita peroleh. Semua adalah dari-Nya dan terjadi atas izin-Nya. Tetapi, tidak berarti kita meremehkan peran serta manusia atas segala kebaikan dan kemudahan yang kita terima dalam hidup kita. Rasa terima kasih pada manusia merupakan bagian dari rasa syukur kita kepada Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menghargai kebaikan orang lain dan selalu berusaha untuk membalas serta menunjukkan rasa terima kasihnya atas setiap kebaikan yang beliau terima dari orang lain.
Setiap manusia tentu ingin dihargai. Islam mengajarkan untuk saling berbuat baik dan menebar kasih sayang. Berterima kasih merupakan salah satu perwujudannya. Ungkapan terima kasih dapat meningkatkan rasa syukur, menyembuhkan lelah, dan menyuburkan kebaikan.
Barang siapa yang berbuat baik kepada kalian hendaknya kalian membalasnya. Jika tidak tidak bisa membalasnya doakan dia hingga kalian merasa bahwa kalian sudah bisa membalasnya. (HaditsRiwayat. An-Nasai dan Abu Daud).
Siapa saja yang menerima pemberian, hendaklah dia membalasnya dengan itu pula. Kalau tidak, hendaklah ia memberi pujian, sebab dengan memuji berarti telah berterimakasih dan siapa yang menyembunyikan (kebaikan orang padanya) berarti dia telah kufur nikmat. (Hadits Riwayat. At-Tirmidzi).
LALU BAGAIMAN UCAPAN TERIMA KASIH YANG DIANJURKAN ?
Sebagaimana dalam hadits Usamah bin Zaid, ia berkata: Rasulullah shoalallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ: جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا؛ فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاء
“Barang siapa yang diberi suatu kebaikan kepadanya, lalu ia mengucapkan kepada orang yang memberi kebaikan tersebut: “Jazaakallahu khoiron”, maka sesungguhnya hal itu sudah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.” [Hadits Riwayat. at-Tirmidzi no. 1958, an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubro 6/53, dll. Dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani rohimahullohu ta’ala dalam Shohih at-Targhib wat Tarhib (969).
Dalam Faidhul Qodir (172/6) dijelaskan :
“Telah mencukupi rasa syukurnya” maksudnya adalah hal tersebut karena pengakuan terhadap kekurangannya, dan ketidakmampuan dalam membalas kebaikannya, dan mempercayakan membalas kebaikannya pada Alloh agar ia mendapatkan balasan yang sempurna.
Berkata al-allamah al-Utsaimin rohimahulloh dalam Syarah Riyadhus Sholihin :
“Hal itu dikarenakan jika Alloh membalas kebaikannya dengan kebaikan, hal itu merupakan kebahagian baginya di dunia dan akhirat.”
BAGAIMANA CARA KITA MENJAWAB "JAZAAKALLAHUKHAIRAN" ??
Dan yang utama dalam menjawab kalimat yang bagus ini adalah dengan mengulang kalimat tersebut yakni membalasnya dengan mengatakan : “wa anta fajazaakallahu khairan” atau yang semisalnya. Walaupun membalasnya dengan ucapan “wa iyyakum” dan yang semisalnya adalah boleh-boleh saja, namun yang lebih afdhol adalah membalas dengan mengulang lafadz doa tersebut. Sebagaimana difatwakan oleh Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr hafidzohulloh:
السؤال: هل هناك دليل على أن الرد يكون بصيغة (وإياكم)؟
Pertanyaan: Apakah ada dalil bahwa membalasnya (ucapan jazakallahu khairan) adalah dengan ucapan “wa iyyakum”?
فأجاب: لا , الذي ينبغي أن يقول :(وجزاكم الله خيرا) يعنى يدعى كما دعا, وإن قال (وإياكم) مثلا عطف على جزاكم ,يعني قول (وإياكم) يعني كما يحصل لنا يحصل لكم .لكن إذا قال: أنتم جزاكم الله خيرا ونص على الدعاء هذا لا شك أنها أوضح وأولى
(مفرغ من شريط دروس شرح سنن الترمذي ,كتاب البر والصلة ,رقم:222)
Beliau menjawab: “Tidak, sepantasnya dia juga mengatakan “wa jazakallohu khoiron” (dan semoga Allah juga membalasmu dengan kebaikan), yaitu didoakan sebagaimana dia mendoakan, dan seandainya ia mengucapkan semisal “wa iyyakum” sebagai athof (mengikuti) atas ucapan “Jazakum”, yakni ucapan “wa iyyakum” bermakna “sebagaimana kami mendapat kebaikan, semoga kalian juga”.
Akan tetapi jika ia membalasnya dengan ucapan “antum jazakumulloh khoiron” dan mengucapkan dengan lafadz do’a tersebut, tidak diragukan lagi bahwa ini lebih jelas dan lebih utama.” [*] –selesai nukilan fatwa Syaikh Abdul Muhsin hafidzohulloh -
[*] Di transkrip dari kaset Durus Syarh Sunan at-Tirmidzi, kitab al-Birr wash Shilah no. 222
Sumber: http://ibnulqoyyim.com/content/view/36/9/, dengan perubahan dalam terjemahannya.
