Kisah Nyata Perjalanan Tobat Da’i Penderita Lumpuh Total
Berbicara tentang
berbakti kepada kedua orang tua, sulit untuk diungkapkan dengan
kata-kata.Kebaikan apapun yang telah kita ucapkan dan yang telah kita
lakukan untuk kedua orang tua kita, belumlah sebanding dengan hak
mereka.
Siapa di antara kalian yang ingin menjadi
lumpuh sepertiku? Aku telah tanyakan pertanyaan ini kepada banyak
orang. Aku yakin, Anda tidak ingin menjadi lumpuh sepertiku ini. Kalau
aku gatal, aku tidak bisa menggaruk sendiri. Aku tidak bisa menjamah
makanan dan minuman di hadapanku. Aku seperti kursi, tapi kursi yang
bernyawa. Bahkan kursi mungkin lebih bermanfaat dariku. Kursi bisa
diduduki untuk melepas lelah. Sedangkan aku justru membuat repot dan
melelahkan orang lain. Kalau lapar dan haus, aku butuh orang untuk
menyuapiku. Aku juga butuh orang untuk membersihkanku.
Pada suatu hari datanglah ke rumahku 25
anak remaja yang tidak memiliki ayah dan ibu. Mereka tinggal di satu
asrama. Selesai menjengukku, mereka berpamitan untuk pulang dan keluar
meninggalkan rumah. Namun ada satu anak yang masih berada di ujung
pintu. Ia berbalik dan menghampiriku sambil menangis meneteskan air
mata. Ia mencium tanganku dan mencium kepalaku sambil berkata, “Wahai Ustadz Abdullah, aku ingin menjadi lumpuh sepertimu.”
Aku menasehatinya agar jangan berkata sembarangan dan menjelaskan
tidak enaknya menjadi orang yang lumpuh dan agar dia bersyukur dengan
nikmat kesehatan yang Allah berikan. Aku penasaran dan ingin tahu apa
masalah yang sedang dihadapinya sehingga ia ingin menjadi lumpuh. Aku
yakin setiap manusia mempunyai problem dan masalah kehidupan yang
berbeda-beda. Meskipun demikian aku pikir tidak ada seorangpun yang
memilih untuk menjadi lumpuh. Ketika aku tanyakan alasannya, anak itu
menjawab, “Demi Allah, wahai Ustadz Abdullah, hendaklah Anda
bersyukur kepada Allah. Sebab, meskipun Anda lumpuh tapi Anda masih
memiliki ayah dan ibu. Sedangkan aku dan teman-temanku lainnya semuanya
tidak memiliki ayah dan ibu. Kami tidak tahu siapa ayah kami? Kami tidak
tahu siapa ibu kami, siapa paman dan bibi kami? Ketika hari raya tiba,
hati kami diliputi kesedihan. Ketika manusia berkumpul dengan orang tua
mereka, maka kami menangis di asrama.”
Apakah Anda bersyukur kepada Allah atas
nikmat keberadaan orang tua di tengah-tengah Anda? Aku berpesan agar
Anda berbakti kepada orang tuamu, karena ayah dan ibu merupakan pintu
dari pintu-pintu surga. Aku mempunyai seorang teman yang bekerja sebagai
petugas keamanan di panti jompo. Ia bercerita ada seseorang yang datang
dengan membawa ibunya dan meninggalkannya di panti jompo karena sudah
tidak sanggup untuk merawatnya. Waktu aku dirawat di rumah sakit, ada
seorang kakek dirawat terkena stroke dan lumpuh. Ia tidak bisa berjalan
maupun berbicara. Keluarganya tidak ada yang menengoknya. Setahun
kemudian, ia mulai bisa berjalan dan bisa berbicara. Pihak Rumah Sakit
segera menelpon anaknya dan memintanya untuk menjemput ayahnya serta
membawanya pulang karena keadaan ayahnya sudah membaik. Si anak
mengatakan ia akan segera menjemput ayahnya. Sekian lama ditunggu oleh
pihak rumah sakit ternyata belum juga dijemput meskipun sudah
berkali-kali ditelpon. Akhirnya pihak rumah sakit mengutus seseorang
untuk membawa kakek tersebut ke rumah anaknya yang alamatnya sudah
diketahui sebelumnya. Sesampainya di depan rumah anaknya, utusan rumah
sakit mengetuk pintu rumah. Tidak lama anak kakek tersebut keluar dan
melihat ayahnya datang. Namun apa yang dilakukannya? Ia menegur utusan
rumah sakit, “Mengapa Anda datang membawa ayahku sekarang? Bukankah sudah kukatakan aku akan datang ke rumah sakit untuk menjemput ayahku?”
Ia segera masuk dan keluar membawa senapan untuk berburu, sambil
mengarahkan moncong senapan ke kepala utusan rumah sakit dan berkata, “Bawalah lagi ayahku ke rumah sakit, atau kalau tidak peluru ini akan menembus kepalamu!”Akhirnya
si kakek terjatuh kaget dan kembali menjadi lumpuh dan tidak bisa
berbicara lagi. Setiap ia melihat orang lain ia menangis dan menangis.
Sampai sekarang sepertinya ia masih ada di rumah sakit.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya,
“Maukah aku beritahukan kepada kalian sebesarbesar dosa besar? Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan saksi palsu.” Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih Al Jamius Shaghir.“Dua hal hukumannya disegerakan yaitu kezalimandan durhaka (kepada orang tua).” HR Hakim dan dimuat oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash Shahihah juz III hal 194.
Bagaimana seorang anak akan menemui Allah
dalam keadaan durhaka kepada orang tuanya? Wahai saudara-saudaraku, aku
berpesan kepada kalian agar berbakti kepada kedua orang
tuamu. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah menegaskan, bahwa
ridha Allah terdapat pada ridha orang tua, dan murka Allah terdapat pada
murka orang tua.
(Dinukil dari buku “Saat Hidayah Menyapa” halaman 180-184, Oleh: Fariq Gasim Anuz, Penerbit: Daun Publishing)
